Minggu, 01 November 2015

KESULTANAN JAMBI

 Kesultanan Jambi 
“Tanah Pilih Pesako Betuah”. Seloka ini tertulis di lambang Kota Jambi. Dimana menurut orang tua-tua pemangku adat Melayu Jambi, kononnya Tuanku Ahmad Salim dari Gujarat (India) berlabuh di selat Berhala, Jambi dan mengislamkan orang-orang Melayu disana. Beliau bernama lengkap Syeikh Ahmad Salim bin Syeikh Sultan Al-Ariffin Sayyid Ismail. Beliau masih keturunan dari Syeikh Abdul Qadir Al-Jailani.
Di tempat baru ini, ia membangun pemerintahan baru dengan dasar Islam, bergelar Datuk Paduko Berhalo dan menikahi seorang putri dari Minangkabau bernama Putri Selaras Pinang Masak. Mereka dikurniakan empat orang anak, kesemuanya menjadi datuk wilayah sekitar kuala tersebut. Adapun putra bungsu yang bergelar Orang Kayo Hitam berniat untuk meluaskan wilayah hingga ke pedalaman, jika ada tuah, membangun sebuah kerajaan baru. Maka ia lalu menikahi anak dari Temenggung Merah Mato bernama Putri Mayang Mangurai. Oleh Temenggung Merah Mato, anak dan menantunya itu diberilah sepasang Angsa serta Perahu Kajang Lako. Kepada anak dan menantunya tersebut dipesankan agar menghiliri aliran Sungai Batanghari untuk mencari tempat guna mendirikan kerajaan yang baru itu dan bahwa tempat yang akan dipilih sebagai tapak kerajaan baru nanti haruslah tempat dimana sepasang angsa bawaan tadi mau naik ke tebing dan mupur (berdiam) di tempat tersebut selama dua hari dua malam.
Setelah beberapa hari menghiliri Sungai Batanghari kedua angsa naik ke darat di sebelah hilir (Kampung Jam), kampung Tenadang namanya pada waktu itu. Dan sesuai dengan amanah mertuanya, maka Orang Kayo Hitam dan istrinya Putri Mayang Mangurai beserta pengikutnya mulailah membangun kerajaan baru yang kemudian disebut “Tanah Pilih”, dijadikan sebagai pusat pemerintahan kerajaannya (Kota Jambi) sekarang ini.
3. Asal Nama “Jambi”
‘Jambi’ berasal dari kata ‘Jambe’ dalam bahasa Jawa yang berarti ‘Pinang’. Kemungkinan besar saat Tanah Pilih dijadikan tapak pembangunan kerajaan yang baru, pepohonan pinang banyak tumbuh disepanjang aliran sungai Batanghari, sehingga nama itu yang dipilih oleh Orang Kayo Hitam.
Namun dari penjelasan di atas, ada versi lain yang menyebutkan bahwa kata Jambi itu justru berasal dari bahasa Arab yang di tulis dalam tulisan Arab (huruf Hijaiyah) dengan makna sahabat akrab. Demikian info dari teman bloger saya yang bernama Ridcho:
“Berpedoman pada buku sejarah De Oudste Geschiedenis van de Archipel bahwa Kerajaan Melayu Jambi dari abad ke 7 s.d. abad ke 13 merupakan bandar atau pelabuhan dagang yang ramai. Disini berlabuh kapal-kapal dari berbagai bangsa, seperti: Portugis, India, Mesir, Cina, Arab, dan Eropa lainnya. Berkenaan dengan itu, sebuah legenda yang ditulis oleh Chaniago menceritakan bahwa sebelum Kerajaan Melayu jatuh ke dalam pengaruh Hindu, seorang puteri Melayu bernama Puteri Dewani berlayar bersama suaminya dengan kapal niaga Mesir ke Arab, dan tidak kembali. Pada waktu lain, seorang putri Melayu lain bernama Ratna Wali bersama suaminya berlayar ke Negeri Arab, dan dari sana merantau ke Ruhum Jani dengan kapal niaga Arab. Kedua peristiwa dalam legenda itu menunjukkan adanya hubungan antara orang Arab dan Mesir dengan Melayu. Mereka sudah menjalin hubungan komunikasi dan interaksi secara akrab.
Kondisi tersebut melahirkan interpretasi bahwa nama Jambi bukan tidak mungkin berasal dari ungkapan-ungkapan orang Arab atau Mesir yang berkali-kali ke pelabuhan Melayu ini. Orang Arab atau Mesir memberikan julukan kepada rakyat Melayu pada masa itu sebagai ”Jambi”, ditulis dengan aksara Arab yang secara harfiah berarti ’sisi’ atau ’samping’, secara kinayah (figuratif) bermakna ’tetangga’ atau ’sahabat akrab’.”
Demikianlah pendapat yang kedua, dengan alasan jika memang dulunya Orang Kayo Hitam menyebut pinang dengan kata jambe seharusnya putri pinang masak itu namanya Putri Jambe Masak. Jadi menurut saya (pendapat teman bloger saya yang bernama M.Isa. Ansyori) kata jambi itu bukannlah diambil dari bahasa Jawa, mengingat hingga sekarang masyarakat Jambi dari dulu tetap menyebut pinang dengan istilah pinang, tidak pernah menyebutnya dengan kata jambe, kecuali orang Jawa yang sudah tinggal di Jambi yang menyebutnya dengan kata jambe.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar